JAKARTA | | NAWAWINEWS.Com
Jakarta, Selasa (11/3/2025) — Seorang warga bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meredenominasi mata uang rupiah.
Ia meminta agar nominal Rp 1.000,- disederhanakan menjadi Rp 1,- dengan alasan jumlah angka nol yang berlebihan menyulitkan transaksi dan operasional bisnis.
Gugatan Redenominasi Rupiah
Gugatan ini telah terdaftar di MK dengan nomor perkara 23/PUU-XXIII/2025. (Berdasarkan Situs MK, Selasa, 11/3/2025).
Zico menggugat Pasal 5 ayat 1 huruf c dan Pasal 5 ayat 2 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Dalam permohonannya, ia meminta MK untuk mengubah aturan yang mengatur penyebutan nominal rupiah agar menyesuaikan dengan usulan redenominasi.
Berikut ini adalah isi pasal yang digugat :
- Pasal 5 Ayat 1 huruf c : “Sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagai nilai nominalnya.”
- Pasal 5 Ayat 2 huruf c : “Sebutan pecahan dalam angka sebagai nilai nominalnya.”
Zico mengusulkan agar pasal tersebut diubah menjadi :
- Pecahan rupiah kertas dan logam harus disesuaikan dengan konversi dari Rp 1.000,- menjadi Rp 1,-
- Penyebutan nilai nominal dalam angka dan huruf mengikuti standar baru pasca-redenominasi.
Alasan Penggugat : Nol Terlalu Banyak, Transaksi Rumit
Zico berpendapat bahwa terlalu banyak angka nol dalam nominal rupiah menyebabkan berbagai kesulitan, terutama dalam transaksi keuangan dan bisnis. Menurutnya, pengurangan angka nol dapat mempercepat transaksi, meningkatkan efisiensi ekonomi, serta mengurangi potensi kesalahan dalam perhitungan.
“Jumlah angka nol yang berlebihan menyebabkan kerumitan dalam transaksi. Redenominasi akan mempermudah operasional bisnis serta mengurangi biaya penyesuaian sistem akuntansi,” ujar Zico dalam gugatannya.
Ia juga menilai bahwa denominasi besar dalam mata uang saat ini menyebabkan berbagai inefisiensi, seperti :
- Waktu transaksi yang lebih lama — terutama dalam pembelian dengan nominal besar.
- Kendala teknis pada infrastruktur keuangan — banyak sistem pembayaran hanya mampu menampilkan angka dalam jumlah terbatas.
- Tingginya biaya cetak uang — karena uang kertas memiliki masa edar lebih pendek dibandingkan uang logam.
- Masalah teknis dalam transaksi sehari-hari — misalnya, mesin SPBU yang hanya mampu menampilkan 6 (enam) digit angka, sehingga sering kali mengalami kendala dalam memproses pembayaran besar.
REDENOMINASI Berbeda dengan SANERING
Zico juga menegaskan bahwa redenominasi yang ia usulkan tidak sama dengan sanering atau pemotongan nilai uang.
Redenominasi hanya menyederhanakan jumlah angka tanpa mengurangi daya beli atau nilai intrinsik rupiah.
“Berbagai negara yang telah melakukan redenominasi menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat memperbaiki kinerja ekonomi serta meningkatkan kepercayaan terhadap sistem keuangan,” tambahnya.
Langkah Selanjutnya
Gugatan ini kini dalam proses di Mahkamah Konstitusi. Jika diterima, maka MK akan menggelar sidang untuk mendengar pendapat berbagai pihak, termasuk pemerintah dan Bank Indonesia, terkait kemungkinan implementasi redenominasi rupiah.
Redenominasi rupiah sendiri bukanlah gagasan baru. Wacana ini sudah pernah muncul sejak beberapa tahun lalu, namun belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk merealisasikannya. Kini, dengan adanya gugatan ini, diskusi terkait simplifikasi mata uang kembali mengemuka.
🤔 Akankah Indonesia segera menyusul negara-negara lain yang telah lebih dulu menerapkan redenominasi..?
Keputusan MK dalam perkara ini akan menjadi faktor penentu bagi masa depan kebijakan moneter Indonesia.
(Red)