Sumut | NawawiNews.com
Dairi, Kamis (10/7/2025) — Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) bertindak cepat menyikapi laporan dugaan pemalsuan dokumen dan penyerobotan tanah milik Sarah Sagala, istri dari mendiang Manan Limbong, di Kabupaten Dairi.
Laporan ini tengah menyedot perhatian publik karena melibatkan klaim sepihak atas tanah adat yang telah dimiliki secara sah sejak tahun 1963.
Polda Sumut Turun Tangan : Pasal Berat Dikenakan..!
Kasus ini dilaporkan dengan sangkaan pelanggaran serius, mencakup Pasal 263, 266, 385, dan 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan dokumen dan penyerobotan lahan.
Tim kuasa hukum korban yang terdiri dari :
- Dr. Ramces Pandiangan,
- Dr. Lindung Pandiangan,
- Roy Sinaga, S.H.,
- Tiopan Tarigan S.H.,
- Candra Serasih S.H., dan
- Riswandi S.H.,
melakukan koordinasi intensif dengan penyidik di Mapolda Sumut.
Keluarga Besar Turun Gunung
Kartina Limbong, perwakilan keluarga korban, hadir didampingi oleh Putri serta cucu-cucu dari Manan Limbong.
Dalam pertemuan tersebut, mereka menegaskan komitmen penuh untuk memperjuangkan hak atas tanah yang telah mereka miliki secara sah secara adat maupun hukum.
“Kami akan pertahankan harga diri keluarga besar kami. Tanah ini milik Manan Limbong dan tidak pernah dijual kepada siapa pun!” tegas Kartina.
Kronologi Panjang : Tanah Dibeli Sah Tahun 1963
Menurut penjelasan Kartina, Manan Limbong membeli tanah tersebut pada 1963 dari pemegang hak ulayat marga Angkat melalui proses adat Pakpak Dairi yang sah.
Pembayaran dilakukan dengan kombinasi uang tunai, emas, makanan tradisional, ulos, dan sirih, sebagaimana adat yang berlaku.
Tahun 1980, sebagian tanah diserahkan untuk pembangunan Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), sehingga surat tanah diperbaharui. Ironisnya…, masalah muncul dari dalam lingkaran keluarga sendiri.
😠 Tanah Dipinjam, Tapi Dijual..? Dugaan Penipuan Terkuak
Tahun 1973, seorang kerabat dekat, Alifsan Sagala, meminjam lahan tersebut untuk dikelola. Tidak pernah ada akad jual beli.
Namun, kejutan besar terjadi pada Januari 2025, saat sekelompok orang membersihkan lahan tersebut dan mengklaim telah membelinya dari Alifsan Sagala.
Sarah Sagala, pemilik sah lahan, langsung menghadang aktivitas ilegal tersebut.
“Kami tidak pernah menjual tanah ini..! Alifsan hanya meminjam, bukan memiliki,” tegas Sarah di lokasi.
Lebih mengejutkan lagi, Alifsan Sagala pernah menandatangani surat tanah Manan Limbong tahun 1980 sebagai saksi, yang semakin memperkuat posisi hukum keluarga Limbong.
🔍 Penyidikan Berlanjut : Publik Menanti Keadilan
Kini, publik menanti langkah tegas dari Polda Sumut untuk mengungkap tuntas praktik mafia tanah yang meresahkan ini.
Kasus ini juga menjadi peringatan serius atas pentingnya perlindungan hukum terhadap hak-hak tanah adat dan keluarga.
Polda Sumut diminta transparan dan tegas dalam menindak siapa pun yang terbukti memalsukan dokumen atau menjual tanah secara ilegal, meski berlindung di balik status kekeluargaan.
_______